Ta’addud az-Zaujat & Syarat-syaratnya

Ta’addud az-Zaujat & Syarat-syaratnya

Oleh: Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin rohimahulloh

 

التعدد الزوجات

التعدد الزوجات

Kami memandang dalam perkara ta’addud, bahwasanya ta’addud lebih utama daripada mencukupkan diri dengan satu istri, disebabkan dengan ta’addud itu akan memperbanyak keturunan, lebih menjaga kemaluan, dan pada umumnya dalam masyarakat bahwa jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah laki-laki, sehingga mereka memerlukan seseorang yang menjaga kemaluan mereka.

Jika seseorang memiliki satu istri maka sungguh ia telah berbuat baik kepada satu orang, dengan ia mengajarinya dari apa-apa yang Alloh ajarkan padanya dari perkara-perkara syari’at. Dan apabila seseorang mempunyai dua orang istri maka bertambahlah kebaikannya, dengan ia mendidik dua orang istri dan menunjuki mereka berdua dan menanggung nafkah mereka berdua, dan apabila baginya 3 istri maka akan bertambah lagi (kebaikannya), dan bila ia memiliki 4 istri maka akan bertambah lagi (kebaikannya).

Maka setiap bertambahnya pasangan yaitu istri, maka itu lebih utama dan lebih baik untuk kemaslahatan yang berhubungan dengan hal itu, tetapi harus dengan adanya syarat-syarat :

Syarat yang pertama : Baca lebih lanjut

Sebaik-baik Sahabat

Sebaik-baik Sahabat

Oleh: Syaikh Abdurrozzaq al-Badr hafizhohulloh

Sesungguhnya sebaik-baik sahabat bagi seseorang adalah amal shalih, dan tidaklah masuk bersamanya ke dalam kuburnya melainkan teman yg satu ini.

Al-Bazzar meriwayatkan dalam musnadnya dan al-Baihaqi dalam Syu’abul iman dari hadits Abu Hurairah rodhiyallohu anhu, bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

“Permisalan anak Adam dengan harta dan amalnya bagaikan seseorang yang memiliki tiga orang kekasih.

Salah seorang dari mereka berkata: “aku akan terus bersamamu selama hidupmu, tapi jika kau telah meninggal maka kau bukan bagian dariku dan aku bukan bagian darimu“, itulah hartanya.

Lalu yg lain berkata: “aku bersamamu, tapi jika engkau telah sampai ke kuburmu, maka kau bukan bagianku lagi dan aku bukan milikmu“, itulah anaknya.

Dan yg lain lagi berkata: “aku akan bersamamu dalam hidup dan matimu“, itulah amalnya.

Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam kitab Roudhotul Muhibbin menukil dari salah seorang ahli hikmah, bahwa ia ditanya: “sahabat mana yg paling baik?”, ia menjawab: “amal shalih“.

Maka sesungguhnya amal shalih adalah sahabat yg baik bagi sahabatnya. Barangsiapa yg menyepelekannya, ia akan benar2 menyesal.

***05amalshalih

أبرُّ الأصحاب

إنَّ أبرَّ الأصحاب وخير الرفقاء عمل المرء الصالح، ولن يدخل معه في قبره إلا هذا الصاحب، روى البزار في مسنده والبيهقي في شعب الإيمان من حديث أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «مَثَلُ ابْنِ آدَمَ وَمَالِهِ وَعَمَلِهِ مَثَلُ رَجُلٍ لَهُ ثَلَاثَةُ أَخِلَّاءَ, قَالَ لَهُ أَحَدُهُمْ: أَنَا مَعَكَ مَا دُمْتَ حَيًّا, فَإِذَا مُتَّ فَلَسْتَ مِنِّي وَلَا أَنَا مِنْكَ, فَذَلِكَ مَالُهُ, وَقَالَ الْآخَرُ: أَنَا مَعَكَ, فَإِذَا بَلَغْتَ إِلَى قَبْرِكَ فَلَسْتَ مِنِّي وَلَسْتُ لَكَ, فَذَلِكَ وَلَدُهُ، وَقَالَ الْآخَرُ: أَنَا مَعَكَ حَيًّا وَمَيِّتًا فَذَلِكَ عَمَلُهُ». نقل ابن القيم رحمه الله في روضة المحبين عن أحد الحكماء أنه سُئل: أي الأصحاب أبَرّ ؟ قال: “العمل الصالح”؛ فالعمل الصالح صاحب بر بصاحبه، ومن فرط فيه ندم أشد الندامة.

http://al-badr.net/muqolat/3382

Hakikat membaca Al-qur’an

# Hakikat membaca Al-qur’an #
Oleh: Syaikh Abdurrozzaq al-Badr

Membaca al-Qur’an bukanlah sekedar membaca huruf-hurufnya atau menghafal ayat-ayatnya dan surat-suratnya. Sesungguhnya hakikat membacanya adalah membaca, memahami dan mengamalkan.

Barangsiapa yang tidak beramal dengan al-Qur’an, dia tidak termasuk sebagai ahlinya disebabkan hanya dengan hafal huruf-hurufnya saja. Akan tetapi dia tidak termasuk sebagai ahlinya sampai al-Qur’an terlihat pada dirinya dalam ibadah, akhlaq dan menjauhi apa-apa yang dimurkai Alloh.

http://al-badr.net/muqolat/2610quran0113

JILBAB, PAKAIAN WANITA MUSLIMAH

JILBAB, PAKAIAN WANITA MUSLIMAH

Oleh: Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Di antara kewajiban orang Islam adalah berpakaian sebagaimana diperintahkan oleh Alloh dan RosulNya. Alloh Yang Maha Kuasa telah memerintahkan wanita beriman untuk mengulurkan jilbab mereka pada tubuhnya. Dia berfirman:

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33:59)

Dari ayat ini kita mengetahui bahwa wanita wajib mengenakan jilbab. Jilbab yaitu: pakaian luar wanita semacam mukena/rukuh, yang dikenakan dari atas menutupi sebagian besar tubuhnya. Adapun sifat-sifat jilbab/pakaian wanita adalah sebagai berikut:

Baca lebih lanjut

Memberi Uang Kepada Anak-anak Kecil Pada Hari Raya

Memberi Uang Kepada Anak-anak Kecil Pada Hari Raya

Oleh: Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’

Pertanyaan:

Ditempat kami ada anak-anak kecil, dimana dalam adat di negeri kami adalah memberikan sedikit uang kepada mereka (yang biasa disebut dengan ‘iediyyah) pada hari raya idul fithri atau idul adha, untuk menyenangkan hati mereka, apakah pemberian ini bid’ah atau tidak apa-apa?

Jawaban:

Hal ini tidak mengapa, bahkan ini termasuk adat yang baik dan memberi rasa senang kaum muslimin baik yang dewasa maupun anak-anak, dan ini merupakan perkara yang dianjurkan oleh syariat.

وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’

Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz

Wakil: Abdul Aziz alu Syaikh

Anggota: Sholeh al-Fauzan

Anggota: Bakr Abu Zaid

***

Sumber: Fatawa al-Lajnah ad-Daimah (5/347) – al-Maktabah asy-Syamilah. Artikel ummushofi.wordpress.com Baca lebih lanjut

Pulang Kampung Apa Mesti Bawa Oleh-oleh?

PULANG KAMPUNG APA MESTI BAWA OLEH-OLEH?

Oleh: asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rohimahulloh

Seorang penanya yang bekerja di Saudi bertanya:

Apakah ketika aku pulang ke negaraku aku harus membawa oleh-oleh untuk keluarga dan kerabatku? Dimana hal tersebut sebenarnya sangat memberatkanku, dan apakah jika aku tidak bawa oleh-oleh berarti aku telah berdosa karena memutus silaturahim dengan keluargaku?

 Jawaban:

Bawa oleh-oleh itu tidak wajib dan bukan keharusan. Oleh-oleh hukumnya tidak wajib dan tidak membawa oleh-oleh tidaklah memutus tali silaturahim. Jadi terserah, jika engkau ingin membawakan oleh-oleh untuk keluargamu maka boleh-boleh saja, kalau tidak bawa pun tidak mengapa, engkau lebih tahu maslahatnya.

Yang penting adalah engkau atur keuanganmu untuk keperluan rumah tangga, keperluanmu dan keluargamu. Jika engkau belikan oleh-oleh yang ringan untuk istrimu atau ayah dan ibumu atau untuk saudara-saudaramu maka boleh-boleh saja. Tapi kalau hal itu berat bagimu, maka al-hamdulillah bawa oleh-oleh itu bukan keharusan. Uang itu engkau simpan untuk keperluan rumah tanggamu dan keperluanmu atau untuk membayar hutangmu.

Adapun oleh-oleh untuk keluargamu itu hukumnya sunnah mustahab saja jika mudah bagimu, jika ada kemampuan dan kemudahan. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

تهادوا تحابوا

“Saling berilah hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai”

Jadi membawakan oleh-oleh itu bagus, jika engkau mampu dan ada kelapangan dan tanpa memberat-beratkan diri.

***

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/13118

Artikel ummushofi.wordpress.com

Baca lebih lanjut

Lafadz Ucapan Salam Ketika Tidak Ada Seorang pun Di Rumah

Lafadz Ucapan Salam Ketika Tidak Ada Seorang pun Di Rumah

Syaikh al-Albani rohimahulloh dalam Silsilah al-ahadits adh-Dho’ifah (13/409) berkata:

Al-Bukhori meriwayatkan dalam al-Adabul-Mufrod (no. 1055) dengan sanad hasan dari Ibnu Umar, ia berkata : Jika seseorang masuk rumah kosong, maka katakanlah:

السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين

“Assalaamu ‘alainaa wa ‘ala ibaadillaahis sholihiin”

”Semoga keselamatan tercurah atas kita dan atas hamba-hamba Alloh yang sholih”

Dan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkannya pula (8/648/5886) dan dihasankan sanadnya oleh al-Hafidz dalam al-Fath (11/20).

Aku (al-Albani) katakan : maka dalam atsar ini terdapat syari’at untuk mengucapkan salam bagi siapa saja yang memasuki sebuah rumah yang di dalamnya tidak ada orangnya. Dan ini termasuk dalam menyebarkan salam yang diperintahkan dalam sebagian hadits shohih. Dan sebagaimana dhohir firman Alloh ta’ala :

فَإِذَادَخَلْتُمْ بُيُوتاً فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ

“Jika engkau memasuki rumah-rumah, maka ucapkanlah salam kepada diri-diri kalian” [QS an-Nur: 61]

Al-Hafidz berdalil dengan ayat ini dan juga atsar Ibnu Umar sebagaimana yang telah aku sebutkan. Kemudian ia berkata: “Maka disunnahkan jika tidak ada seseorang pun di dalam rumah,  untuk mengucapkan:

السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين.

“Assalaamu ‘alainaa wa ‘ala ibaadillaahis sholihiin”

”Semoga keselamatan tercurah atas kita dan atas hamba-hamba Alloh yang sholih”

***

Sumber : Silsilah al-ahadits adh-Dho’ifah (13/409)