Ta’addud az-Zaujat & Syarat-syaratnya

Ta’addud az-Zaujat & Syarat-syaratnya

Oleh: Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin rohimahulloh

 

التعدد الزوجات

التعدد الزوجات

Kami memandang dalam perkara ta’addud, bahwasanya ta’addud lebih utama daripada mencukupkan diri dengan satu istri, disebabkan dengan ta’addud itu akan memperbanyak keturunan, lebih menjaga kemaluan, dan pada umumnya dalam masyarakat bahwa jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah laki-laki, sehingga mereka memerlukan seseorang yang menjaga kemaluan mereka.

Jika seseorang memiliki satu istri maka sungguh ia telah berbuat baik kepada satu orang, dengan ia mengajarinya dari apa-apa yang Alloh ajarkan padanya dari perkara-perkara syari’at. Dan apabila seseorang mempunyai dua orang istri maka bertambahlah kebaikannya, dengan ia mendidik dua orang istri dan menunjuki mereka berdua dan menanggung nafkah mereka berdua, dan apabila baginya 3 istri maka akan bertambah lagi (kebaikannya), dan bila ia memiliki 4 istri maka akan bertambah lagi (kebaikannya).

Maka setiap bertambahnya pasangan yaitu istri, maka itu lebih utama dan lebih baik untuk kemaslahatan yang berhubungan dengan hal itu, tetapi harus dengan adanya syarat-syarat :

Syarat yang pertama : kemampuan finansial/harta, dengan adanya harta pada orang tersebut untuk membayar mahar dan memberi nafkah pada istri-istrinya.

Syarat yang kedua : kemampuan fisik, yaitu bahwasanya seseorang itu mempunyai syahwat dan kekuatan untuk menunaikan kewajibannya diantara istri-istrinya ini.

Syarat yang ketiga : kemampuan untuk adil, dengan mengetahui pada dirinya bahwa dia mampu untuk berbuat adil kepada istrinya yang baru dan istri yang lama. Jika ia khawatir bahwa dirinya tidak mampu berbuat adil, maka sungguh Alloh tabaroka wa ta’ala telah berfirman :

فإن خفتم أن لا تعدلوا فواحدة

“jika kalian takut tidak bisa berbuat adil maka nikahilah seorang saja”

yaitu maka cukupkanlah menikah dengan satu istri saja.

ذلك أدنى أن لا تعولوا

“hal itu lebih dekat agar kalian tidak berbuat aniaya”

Dalam perkara ta’addud zaujat, tidak selayaknya bagi sang istri untuk marah, sedih dan mempergauli suaminya dengan buruk disebabkan suaminya menikah lagi dengan istri yang lain, karena itu sudah menjadi hak suaminya. Hendaknya dia bersabar dan mengharapkan pahala dari Alloh atas yang terjadi pada dirinya dari apa-apa yang berkurang atas hidupnya. Dan jika dia melakukan hal itu (bersabar & ihtisab) maka Alloh azza wa jalla akan menolongnya untuk melalui cobaan ini, yang dia melihatnya sebagai musibah yang paling besar.

Oleh karena itu kami mendengar bahwa di sebagian tempat yang melakukan ta’addud zaujat, dimana ta’addud zaujat bagi mereka adalah suatu hal yang sudah biasa, kami mendengar bahwa istri yang lama tidak mempersoalkan, tidak marah dan tidak bersedih jika suaminya menikah lagi dengan istri yang baru. Maka kalau begitu masalahnya tergantung dari kebiasaan/adat.

Jika negeri tersebut tidak biasa bagi laki-laki melakukan ta’addud maka sulit bagi wanitanya untuk menerima ta’addud zaujat, dan jika sudah biasa bagi mereka melakukan ta’addud, maka mudah bagi wanitanya menerima.

Maka kami katakan kepada wanita yang suaminya menikah lagi : bersabarlah dan berharaplah pahala dari Alloh, sampai Alloh menolongmu menghadapi hal itu dan menolong suamimu untuk berbuat adil.

Dan hendaklah suami berhati-hati dari berbuat aniaya diantara istri-istrinya dan tidak berbuat adil, sesungguhnya Nabi shollalloohu alaihi wa sallam mengancam orang yang melakukan demikian dalam sabdanya :

من كان له امرأتان فمال إلى إحداهما جاء يوم القيامة وشقه مائل

“Barang siapa memiliki dua istri dan ia condong kepada salah satu dari keduanya, maka dia akan datang pada hari kiamat dengan separuh tubuhnya miring”

Maka wajib baginya untuk berbuat adil terhadap istri-istrinya dalam segala hal. Dalam berlemah lembut, dalam berkomunikasi, dalam memberi kebahagiaan, dalam jatah bermalam, dalam segala sesuatu yang ia mampu. Adapun (adil) dalam hal cinta, maka ini bukan kemampuan manusia.

Oleh karena itu tidak wajib baginya berbuat adil dalam masalah cinta, karena itu bukan kemampuannya, karena hatinya ditangan Alloh azza wa jalla, dan Alloh membolak-balikkan hati sesuai kehendak-Nya. Akan tetapi apa-apa yang dia mampu untuk berbuat adil, maka itu wajib atasnya.

____________________________

Sumber: Fatawa Nur ‘alad Darb

http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_3567.shtml

 

2 Tanggapan

  1. Assalamu’alaikum ukhti.. mungkin bagi wanita sholehah yang imannya dan kecintaannya kepada Rabb sangat besar dibandingkan dengan suami bisa menerima ta’addud zaujat ini. tapi bagi wanita yang memang dalam dirinya tidak bisa berbagi suami, sulit untuk menerimanya. jika lelaki zaman sekarang seperti Rasulullah SAW yang menikahi wanita2 bukan karena nafsu tapi karena ingin melindungi, insyaallah wanita akan menerimanya dengan ikhlas. tapi kenyataan zaman 2015 sekarang berbeda. sangat minoritas sekali lelaki seperti itu, hanya 1 dalam 1000 orang. kebanyakan lelaki yang pernah saya jumpai baik itu bukan ikhwan maupun ikhwan justru ingin menikahi wanita2 karena ingin koleksi istri dan bahkan ada yang menikahi (maaf) gadis di bawah umur…
    Sayang kan jika ta’addud zaujat yang awalnya untuk kebaikan justru berubah menjadi perceraian antara hati2 yang sudah terikat.

  2. Subhanallah inilah nasihat yang benar tapi ukhti kebanyakan di negeri kita ini masyarakat lebih menerima zina (pacaran) di bandingkan orang yang melakukan ta’addud ini. padahal lebih mulia ta’addud ini ya uhkti… efek dari media ukhti semoga masyarakat kita di beri hidayah oleh Alloh.. Amiin

Tinggalkan komentar