Nasehat Syaikh Sholeh Fauzan Tentang Tersebarnya Jilbab Yang Dihias-hiasi

Nasehat Syaikh Sholeh Fauzan Tentang Jilbab Yang Dihias-hiasi

Oleh: Syaikh Sholeh bin Fauzan al-Fauzan hafidzohulloh

Pertanyaan:

Akhir-akhir ini tersebar aba’ah (yakni: jilbab, pent) yang dinamakan ‘Aba’ah Islamiyyah’ yang dikenakan dari atas kepala, akan tetapi ia memiliki lengan dari tangan sampai ke bahu. Bagaimana pendapat syaikh tentang memakai aba’ah semacam ini?

Jawaban:

Yaa ikhwan, jilbab itu tujuannya untuk menutupi bukan untuk berhias. ia bukanlah perhiasan dan tidak boleh digunakan untuk berhias atau diberi bordir-bordir atau lukisan, atau dibuatkan lengan sehingga jadi seperti baju (lengan panjang, pent). Yang seperti ini bukanlah jilbab tapi baju.

Jilbab itu tujuannya untuk menutupi, menutupi seluruh badan wanita, seperti selimut yang besar yaitu jilbab. Tujuannya adalah untuk menutupi dan bukan untuk berhias.

Bahkan tujuannya adalah untuk menutup diri dari berhias di hadapan laki-laki (ajnabi), maka tidak boleh menghiasi jilbab. Ia diberi embel-embel ‘Islami’ supaya laris, padahal ini tidak Islami! Ini hanya supaya laris saja.

Jilbab yang Islami itu adalah jilbab yang menutupi, lebar dan panjang serta tidak terdapat lukisan, bordiran dan hiasan-hiasan, jilbab Islami itu adalah yang sederhana dan tidak ada hiasan-hiasannya. Na’am.

***

Baca lebih lanjut

Bolehkah Seorang Ibu Memakai Lingerie / Baju Yang Sexy Di Depan Anak-anaknya

Hukum Memakai Lingerie / Baju Sexy Di Hadapan Anak-anak

Oleh : Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’

Pertanyaan :

Saya seorang wanita yang telah menikah, terkadang di dalam rumah saya memakai baju yang tipis yang bisa mensifati warna kulit (agak transparan) atau baju yang pendek yang jika saya duduk terlihat apa yang di atas lutut. Hal itu untuk mempermudah gerak ketika mengerjakan pekerjaan rumah, meringankan hawa yang sangat panas dan juga untuk berhias di depan suami saya.

Tetapi suami saya menasihati saya untuk meninggalkan baju seperti itu dikarenakan adanya anak-anak kami yang usianya berkisar antara 3-9 tahun, dan dikhawatirkan apa yang mereka lihat sekarang tidak akan hilang dari ingatan mereka sampai mereka besar kelak. Tetapi saya tidak menuruti nasihatnya dengan alasan bahwa anak-anak kami masih kecil, dan mereka tidak dikhawatirkan akan terfitnah.

Oleh karena hal ini telah mengganggu pikiranku sedangkan aku ingin mendapatkan ridho Alloh dan bukan murkaNya, maka saya menulis pertanyaan ini kepada anda dengan harapan saya akan mendapatkan penjelasan hukum syar’i tentang hal ini dan nasihat dari anda.

Jawaban :

Baca lebih lanjut

Fatwa Seputar Keguguran: Aqiqah Bagi Bayi Yang Terlahir Dalam Keadaan Meninggal, Perlukah?

Fatwa Seputar Keguguran: Aqiqah Bagi Bayi Yang Terlahir Dalam Keadaan Meninggal, Perlukah?

Oleh: Syaikh Sholeh bin Abdil Aziz Alu Syaikh hafidzohulloh

Pertanyaan:

Jika bayi gugur dari perut ibunya dalam keadaan mati, apakah perlu di-aqiqahkan?

Jawaban:

Baca lebih lanjut

Fatwa Seputar Keguguran: Apakah Bayi Yang Lahir Dalam Keadaan Meninggal Perlu Dimandikan, Dikafani Dan Disholatkan?

Fatwa Seputar Keguguran: Apakah Bayi Yang Lahir Dalam Keadaan Meninggal Perlu Dimandikan, Dikafani Dan Disholatkan?

Oleh: Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin rohimahulloh

Pertanyaan:

Seorang bayi perempuan terlahir dalam keadaan meninggal pada usia kehamilan sembilan bulan, lalu ibunya dan ibu suaminya mengambilnya dan menguburkannya tanpa memandikannya dan tanpa mengkafaninya. Apakah mereka berdua berdosa dalam hal ini?

Jawaban:

Baca lebih lanjut

1 Bulan Puasa Ramadhan + 6 Hari Puasa Syawal = Puasa 1 Tahun

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rohimahulloh ketika menjelaskan hadits keutamaan bulan syawal bahwa orang yang puasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa 6 hari di bulan syawal nilainya seperti berpuasa setahun penuh, karena puasa Ramadhan bernilai sama dengan puasa 10 bulan dan puasa syawal bernilai seperti puasa 2 bulan. (http://www.binbaz.org.sa/mat/20984)
.
1 bulan puasa Ramadhan x 10 = 10 bulan
6 hari puasa syawal x 10 = 60 hari = 2 bulan
Total = 12 bulan = 1 tahun
.
Sebagaimana dalam hadits Tsauban rodhiyallohu anhu:

من صام ستة أيام بعد الفطر كان تمام السنة من جاء بالحسنة فله عشر أمثالها

“Barangsiapa berpuasa 6 hari setelah iedul fitri maka ia seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kali lipatnya.”
[HR Ibnu Majah no.1715, dll. Dishohihkan al-Albani dalam Shohih at-Targhib wat Tarhib no. 1007]

Baca lebih lanjut

Apakah Puasa Syawal Harus Dilakukan Berturut-turut 6 Hari Sekaligus?

Apakah Puasa Syawal Harus Dilakukan Berturut-turut 6 Hari Sekaligus?

Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Baz rohimahulloh

Pertanyaan:

Apakah puasa 6 hari di bulan syawal mesti dilakukan berturut-turut (6 hari sekaligus) atau boleh dilakukan terpisah-pisah selama msih bulan syawal?

Jawaban:

Puasa 6 hari di bulan syawal merupakan sunnah yang shohih dari Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam. Boleh dilakukan secara beturut-turut ataupun terpisah, karena Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam memutlakkan (tidak merinci waktunya, pent) puasa tersebut dan tidak menyebut apakah mesti berturut-turut ataukah terpisah-pisah, dimana beliau shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

من صام رمضان ثم أتبعه ستاً من شوال كان كصيام الدهر

“Barangsiapa puasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan puasa 6 hari di bulan syawal, maka seolah-olah ia puasa selama setahun penuh.” [HR Muslim no. 1164]

***

Baca lebih lanjut

Hikmah Disyari’atkannya Puasa Syawal

HIKMAH PUASA SYAWWAL

Oleh : Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin rohimahulloh

Pertanyaan:

Apa hikmah puasa enam hari di bulan syawwal?

Jawaban:

Hikmah berpuasa enam hari di bulan syawwal adalah sebagaimana hikmah sunnah-sunnah nafilah yang disyari’atkan oleh Alloh kepada hamba-hamba-Nya supaya amalan wajibnya menjadi sempurna. Puasa 6 hari di bulan syawwal kedudukannya seperti sholat sunnah rawatib yang dilakukan setelah sholat fardhu sebagai penyempurna apa-apa yang kurang dalam sholat fadhunya.

Dan diantara hikmahnya Alloh ta’ala adalah Dia menjadikan adanya amalan-amalan sunnah bagi amalan fardhu sebagai penyempurna dan penambal apa-apa yang kurang padanya.

Demikianlah faidah yang besar dalam puasa 6 hari di bulan syawwal, dan juga Imam Muslim meriwayatkan dalam Shohih nya dari hadits Abu Ayyub rodhiallohu anhu bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

من صام رمضان وأتبعه بست من شوال كان كصيام الدهر

“Barangsiapa puasa Romadhon kemudian mengikutinya dengan mengerjakan puasa 6 hari di bulan Syawwal, maka seolah-olah ia puasa selama setahun penuh”

***

Baca lebih lanjut