Setelah menikah, terkadang seorang wanita mengganti namanya belakangnya atau nama keluarganya dengan nama suaminya. Hal ini juga banyak dilakukan di negara-negara barat, seperti istrinya Bill Clinton: Hillary Clinton yang nama aslinya Hillary Diane Rodham; istrinya Barrack Obama: Michelle Obama yang nama aslinya Michelle LaVaughn Robinson, dan lain-lain.
Lalu bagaimanakah pendapat para ulama tentang masalah ini?
Fatwa Lajnah Da’imah:
Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’ juz 20 halaman 379.
Pertanyaan :
Telah umum di sebagian negara, seorang wanita muslimah setelah menikah menisbatkan namanya dengan nama suaminya atau laqobnya. Misalnya: Zainab menikah dengan Zaid, Apakah boleh baginya menuliskan namanya : Zainab Zaid? Ataukah hal tersebut merupakan budaya barat yang harus dijauhi dan berhati-hati dengannya?
Jawab :
Tidak boleh seseorang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah.” [QS al-Ahzab: 5]
Sungguh telah datang ancaman yang keras bagi orang yang menisbatkan kepada selain ayahnya. Maka dari itu tidak boleh seorang wanita menisbatkan dirinya kepada suaminya sebagaimana adat yang berlaku pada kaum kuffar dan yang menyerupai mereka dari kaum muslimin.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
al-Lajnah ad-Da’imah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’
Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil : Abdul Aziz Alu Syaikh
Anggota :
Abdulloh bin ghudayyan
Sholih al-Fauzan
Bakr Abu Zaid
ج3: لا يجوز نسبة الإنسان إلى غير أبيه، قال تعالى: { ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ } (1) وقد جاء الوعيد الشديد على من انتسب إلى غير أبيه. وعلى هذا فلا يجوز نسبة المرأة إلى زوجها كما جرت العادة عند الكفار، ومن تشبه بهم من المسلمين
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو … عضو … عضو … نائب الرئيس … الرئيس
بكر أبو زيد … صالح الفوزان … عبد الله بن غديان … عبد العزيز آل الشيخ … عبد العزيز بن عبد الله بن باز
Fatwa Syaikh Sholih al-Fauzan hafidzohulloh
Pertanyaan :
Apakah boleh seorang wanita setelah menikah melepaskan nama keluarganya dan mengambil nama suaminya sebagaimana orang barat?
Jawab :
Hal itu tidak diperbolehkan, bernasab kepada selain ayahnya tidak boleh, haram dalam islam.
Haram dalam islam seorang muslim bernasab kepada selain ayahnya baik laki-laki atau wanita. Dan baginya ancaman yang keras dan laknat bagi yang melakukannya yaitu yang bernasab kepada selain ayahnya hal itu tidak boleh selamanya.
Dari kaset Syarh Mandhumatul Adab Syaikh al-Fauzan Hafidhohulloh
السؤالهل يجوز للمرأة بعد الزواج ان تتنازل عن اسمها العائلي وتاخذ اسم زوجها كما هو الحال في الغرب؟الجواب
هذا لا يجوز الانتساب الى غير الاب لا يجوز حرام في الاسلام
حرام في الاسلام ان المسلم ينتسب الى غير ابيه سواءا كان رجلا ام امرأة وهذا عليه وعيد شديد وملعون من فعله الذي ينتسب الى غير مواليه او ينتسب الى غير ابيه هذا لا يجوز ابدا
من شريط شرح منظومة الآداب للشيخ الفوزان حفظه الله
Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus hafidzohulloh
Pertanyaan :
Apakah wajib secara syar’i bagi seorang wanita menyertakan nama suaminya atau sebisa mungkin tetap menggunakan nama aslinya?
Jawab :
:الحمد لله ربِّ العالمين، والصلاة والسلام على من أرسله الله رحمة للعالمين، وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، أمَّا بعد
Tidak boleh dari segi nasab seseorang bernasab kepada selain nasabnya yang asli atau mengaku keturunan dari yang bukan ayahnya sendiri. Sungguh islam telah mengharamkan seorang ayah mengingkari nasab anaknya tanpa sebab yang benar secara ijma’.
Alloh berfirman :
ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Dan sabda nabi shollallohu alaihi wa sallam :
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً
“Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Alloh, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Alloh tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah”
Dikeluarkan oleh Muslim dalam al-Hajj (3327) dan Tirmidzi dalam al-Wala’ wal Habbah bab Ma ja’a fiman tawalla ghoiro mawalihi (2127), Ahmad (616) dari hadits Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu.
Dan dalam riwayat yang lain :
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيهِ، فَالجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”
Dikeluarkan oleh Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982), Muslim dalam “al-Iman” (220), Abu Dawud dalam “al-Adab” (bab Bab Seseorang mengaku keturunan dari yang bukan bapaknya (5113) dan Ibnu Majah dalam (al-Hudud) bab : Bab orang yang mengaku keturunan dari yang bukan bapaknya atau berwali kepada selain walinya (2610) dan Ibnu Hibban (415) dan Darimi (2453) dan Ahmad (1500) dan hadits Sa’ad bin Abi Waqqosh dan Abu Bakroh rodhiyallohu anhuma.
Maka tidak boleh dikatakan : Fulanah bintu Fulan sedangkan ia bukan anaknya, tetapi boleh dikatakan : Fulanah zaujatu Fulan (Fulanah istrinya si Fulan) atau tanggungannya si Fulan atau wakilnya Fulan. Dan jika tidak disebutkan idhofah-idhofah ini -dan hal ini sudah diketahui & biasa- maka sesungguhnya apa-apa yang berlaku dalam adat, itulah yang dipertimbangkan dalam syari’at-.
والعلمُ عند الله تعالى، وآخر دعوانا أنِ الحمد لله ربِّ العالمين، وصلى الله على نبيّنا محمّد وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، وسلّم تسليمًا
Makkah, 4 Syawwal 1427 H
Bertepatan dengan 16 Oktober 2006 M
***
، فإذا كان لا يجوز أن يقال: فلانة بنت فلان وهي ليست ابنته، ولكن يجوز أن يقال: فلانة زوجة فلان أو مكفولة فلان أو وكيلة عن فلان، فإذا لم تذكر هذه الإضافات -وكانت معروفة معهودة- «فإنّ ما يجري بالعرف يجري بالشرع».
والعلمُ عند الله تعالى، وآخر دعوانا أنِ الحمد لله ربِّ العالمين، وصلى الله على نبيّنا محمّد وعلى آله وصحبه وإخوانه إلى يوم الدين، وسلّم تسليمًا.
مكة في: 4 شـوال 1427ﻫ
الموافق ﻟ: 26 أكتوبر 2006م
Lalu, Bagaimana yang disyariatkan?
Yang disunnahkan adalah menggunakan nama kunyah (baca: kun-yah), sebagaimana telah tsabit dalam banyak hadits, dan ini jelas lebih utama daripada menggunakan laqob/julukan-julukan yang berasal dari adat barat ataupun ‘ajam. Sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh al-Albani rohimahulloh dalam Silsilah al-Ahaadits ash-Shohihah no. 132 :
Rosululloh shollallohu alahi wa sallam bersabda :
اكْتَنِي [بابنك عبدالله – يعني : ابن الزبير] أَنْتِ أُمَّ عَبْدِ اللَّهِ
“Berkun-yahlah [dengan anakmu –yakni: Ibnu Zubair] kamu adalah Ummu Abdillah” [Lihat ash-Shohihah no. 132]
Dikeluarkan oleh al-Imam Ahmad : haddatsana Abdurrozzaq (bin Hammam, pent), haddatsana Ma’mar (bin Rosyid, pent) dari Hisyam (bin ‘Urwah, pent), dari bapaknya (Urwah bin Zubair, pent) : bahwa ‘Aisyah berkata kepada Nabi shollallohu alaihi wa sallam :
يَا رَسُولَ اللَّهِ كُلُّ نِسَائِكَ لَهَا كُنْيَةٌ غَيْرِي فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فذكره بدون الزيادة
“Wahai Rasulullah, semua istrimu selain aku memiliki kun-yah”, lalu Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda kepadanya : (lalu beliau menyebutkan hadits ini tanpa tambahan).
Berkata (Urwah, pent) : Ketika itu ‘Aisyah disebut sebagai Ummu Abdillah sampai ia meninggal dan ia tidak pernah melahirkan sama sekali.
Berdasarkan hadits ini, disyariatkan berkun-yah walaupun seseorang tidak memiliki anak, ini merupakan adab Islami yang tidak ada bandingannya pada ummat lainnya sejauh yang aku ketahui. Maka sepatutnya bagi kaum muslimin untuk berpegang teguh padanya, baik laki-laki maupun wanita, dan meninggalkan apa yang masuk sedkit demi sedikit kepada mereka dari adat-adat kaum ‘Ajam seperti al-Biik (البيك), al-Afnadi (الأفندي), al-Basya (الباشا), dan yang semisal itu seperti al-Misyu (المسيو), as-Sayyid (السيد), as-Sayyidah (السيدة), dan al-Anisah (الآنسة), ketika semua itu masuk ke dalam Islam. Dan para fuqoha’ al-Hanafiyyah telah menegaskan tentang dibencinya al-Afnadi (الأفندي) karena di dalamnya terdapat tazkiyah, sebagaimana dalam kitab ‘Hasyiyah Ibnu Abidin’. Dan Sayyid hanya saja dimutlaqkan atas orang yang memiliki kepemimpinan atau jabatan, dan pada masalah ini terdapat hadits (قوموا إلى سيدكم) “Berdirilah kepada (tolonglah, pent) sayyid kalian”, dan telah berlalu pada nomor 66 (dalam ash-Shohihah, pent) dan tidak dimutlakkan atas semua orang karena ini juga masuk pada bentuk tazkiyah.
Faidah : adapun hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah rodhiyallohu anha bahwa bahwa ia mengalami keguguran dari Nabi shollallohu alaihi wa sallam, lalu ia menamainya (janin yang gugur tersebut, pent) Abdulloh, dan ia berkun-yah dengannya, maka hadits tersebut bathil secara sanad dan matan. Dan keterangannya ada pada adh-Dho’ifah jilid ke-9. –Selesai perkataan syaikh al-Albani rohimahulloh–
Maroji‘:
alifta.net – Fatwa Lajnah Da’imah
Sahab.net – Fatwa Syaikh Sholeh Fauzan
Ferkous.com – Fatwa Syaikh Farkus
Tholib.wordpress.com – Perkataan Syaikh al-Albani
***
________________
Tulisan terkait:
- Makna Hadits Tentang Larangan Wanita Menanggalkan Pakaiannya di Selain Rumah Suaminya
- Seseorang Itu Bersama Orang Yang Ia Cintai
- Keutamaan Berbuat Baik Kepada Anak Perempuan
- Apa yang Diucapkan Ketika Tersandung atau Terpeleset?
- Air Susu Ibu (ASI) dan Keutamaannya Dalam al-Qur’an dan As-Sunnah
- Jangan Futur Yaa Ukhti…!!
Filed under: Adab & Akhlak, Fatawa, Fiqih Muslimah, Rumah Tangga | Tagged: fatwa, Kun-yah, Merubah Marga, nama, Nama Kunyah, Rumah Tangga |
assalamualaikum, wr,wb
salam kenal mbak…waduh enaknya saya manggil apa ya…alhamdulillah, saya sangat beruntung ketemu website ini, banyak hal bisa saya pelajari, sangat bermanfaat, maaf mbak kalo boleh nanya apakah mbak juga bisa memberikan ceramah di perkantoran, sepertinya kalo topik-2 sangat menarik untuk dijadikan tema, kebetulan mbak saya bantu-bantu di majelis taklim keputrian, saya tunggu infonya, terima kasih
wassalamualaikum, wr,wb
Assalamu’alaykum Ummu Shofiyyah…
mau tanya tentang kunyah nih umm…
kan di atas disebut ga boleh menambah nama suami di nama wanita, tetapi boleh dikatakan : Fulanah zaujatu Fulan (Fulanah istrinya si Fulan). Nah ini bisa berlaku juga di kunyah atau ga, bagaimana contohnya?
kalau boleh tau nama umm sendiri artinya bagaimana?
ummu shofiyyah.. nunut ana jadikan bahan tulisan di blog ana ya ^^
jazakillah khoir
*kangen ni dah lama ngga ngobs ma anti, khaifa haluki? :)
[…] a Comment Saya baru saja membaca di blog ummu shofiyyah, di postingan terbarunya tertulis “Hukum Seorang Wanita Menambahkan Nama Suaminya di Belakang Namanya” . Saya jadi teringat beberapa teman wanita saya di FB banyak yang setelah menikah […]
asssalamu’alaikum warohmatulloh wabarokaatuh, umm kita sering dipanggil dengan nama suami kita misal ibu ahmad, bu imam, bu arif dst itu gimana ya.., syukron.
Salam ziarah…salam kenal…teruskan menulis ukhti.
Silalah berkunjung ke blog saya ya.
Moga ukhuwwah bertaut.
[…] *** […]
Assalamu’alaikum Ummu Shofiyyah, blog yang penuh manfaat, insya Alloh. Ana izin copy beberapa tulisan & minta bannerny ya, barokallohu fiiki.
[…] *** […]
مجهود مميز
[url=http://wonder-and-strange.blogspot.com/]مدونة العجائب والغرائب[/url]
[…] *** […]
Assalamu’alaikum Ummu Shofiyyah, saya izin copas ya artikelnya.. sangat bermanfaat. Terima kasih.
Assalamualaikum…Ummu Shofiyah, salam kenal ..Alhamdulillah blog yang penuh dengan artikel sangat manfaat untuk dijadikan rujukan..bolehkah saya minta izin untuk copy and paste artikel nya Ummu Shofiyah ?Terimakasih
Mbak aku agak bingung… yg dilarang itu kan seperti ini (aku petik dr artikel)
“Tidak boleh dari segi nasab seseorang bernasab kepada selain nasabnya yang asli atau mengaku keturunan dari yang bukan ayahnya sendiri.”
Apakah dengan menambahkan nama suami di belakang nama kita itu berarti kita otomatis mengaku bernasab atau mengaku sebagai keturunan suami?
Dan tata cara penulisan nama keluarga (nama ayah) secara Islam lazimnya menggunakan bin atau binti, sedangkan kalau menggunakan nama suami kita tidak pernah menggunakan bin/binti yang berati kita juga tidak bernasab/mengaku keturunan suami kita?
bismillah, umm ana mau tanya,ada ikhwah teman jauzi ,telah mentalak istrinya lewat pengadilan agama kurang lebih 1,5 tahun,lalu akhir2 ini sang isteri pengen rujuk kembali,apa boleh nikah kembali, atau tidak boleh …? apakah isteri secara otomatis tertalak 3 karena telah lama berlalunya waktu ,memang niat sang suami hanya talak 1 diwaktu menuntut cerai kepada isterinya…semoga ummu bisa mencarikan rujukan masalah tersebut agar berjalan diatas kaedah syar,i yg benar….atas perhatian jazakumullah khair….
syukron jazakumullah khair
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Umm tmn ana ada yg tanya stlh baca article ini, katanya gmn klw dia sudah terlanjur ganti nama, jd skrg didlm nama dia ada nama suaminya? suaminya org asing.
jazaakillah
maksudnya didalam passportnya um. ana punya tmn jg org prancis muslimah ktnya disn mrk hrs mencantumkan nama suaminya diblkng namanya didlm passport. kalau yg bgt gmn um hukumnya? klw pemerintah yg mewajibkan.
jazaakillahu khairun
assalammualaikum wr.wb
umm yg baik. sy masih sedikit bingung dg artikel penjelasan di atas. ada bbrp pertanyaan yg ingin saya tanyakan um…
1. apakah yg dimaksud dg tidak diperbolehkan menambahkan nama suami di belakang nama kita itu jika kita mengganti nama kita secara resmi (mengubah akta kelahiran, paspor, dll)???
2. apakah hal yg sama juga tdk diperbolehkan meskipun itu hanya digunakan di kehidupan sehari2 yg notabene seperti budaya di masyarakat kita misalnya istri pak ahmad kmd dipanggil bu ahmad, dll ???
terima kasih ya um…
wassalammualaikum.wr.wb
jika seseorang muslim lelaki meninggal , yang dipakai bin atau binti , jika kita ingin mengirim doa untuk almarhum , dalilnya apa ? menurut sebagian orang tetap memakai bin dan nama bapaknya di belakang tetapi sebagan lagi mengatakan memakai binti dan nama ibunya di belakang, mana yang paling benar saya bingung ,. ?
mohon di balas ,
terimakasih
assalammualaikum wrwb.sblumnya trimakasih atas penjelasan yg kmaren tp ktnya jika sdh meninggal dunia untuk mentalkinnya dikembalikn kpd ibunya mknya walaupun lelalki tetep binti ibunya jika sdh meninggal..ada dalilinya tdk, ? biar hati ini tdk ragu , mohon segera di balas . terimakasih .
Assalaamu’alaykum. Ummu shofiyyah salam kenal. Um ‘afwan ana minta izin untuk men-share artikel2 anti diblog ini untuk dijadikan bentuk artikel (kopian) agar dapat dibagi-bagikan ke ummahat disekitar ana.
insya Allaah amanah ilmiah akan ana jaga
jazaakillahu khayran
Mohon maaf ikut nimbrung,
Bagi mereka yang tidak mengetahui perundang undangan keluarga , kependudukan, perkawinan, dsbnya pada beberapa negara barat , mungkin tidak paham, dan menganggap hal hal yang bertentangan terhadap penggunaan nama suami pada istri…
jadi bukan budaya saja, tapi ada perundang undangannya.
Namun saya menanyakan ke ulama eropa,
saya ambil petikannya:
—————————————————–
kesimpulan yang diambil Darul Ifta’ mengenai hukum pengambilan nama keluarga si suami oleh si istri tidak memperhatikan seluruh aspek ditinjau dari segi-segi sbb.:
1. Latar belakang („Asbabunnuzul“) dari ayat yang berbunyi: “Panggillah mereka (anak-anak anak itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka“, ialah dengan adanya Zaid bin Harithah yang setelah diangkat menjadi anak angkat Nabi saw. dirobah namanya menjadi Zaid bin Muhammad. Kemudian turunlah ayat ini yang melarang merobah nama Zaid menjadi bin Muhammad, akan tetapi harus tetap dipakai Zaid bin Harithah. Selain dari ayat ini dalam hadith begitu juga yang bernada sama yaitu kita dilarang untuk merobah nama keturunan (nasab) kita. Dari ayat dan hadith ini kemudian Darul Ifta mengeluarkan fatwa melarang si istri untuk merobah atau menambahi namanya dengan nama keluarga si suami dengan alasan bahwa dengan mengambil nama si suami berarti sekarang si istri menerangkan bahwa dia dari keturunan si suami.
2. Di Indonesia kita pada umumnya tidak mengenal istilah nama keluarga. Jadi sangat berbeda dengan kebiasaan yang ada di negara-negara Arab.
3. Familienname yang ada di beberapa negara, berbeda dengan Familienname yang ada di bangsa Arab. Familienname atau penggunaan nama keluarga yang dipakai di beberapa negara tidak selalu mencerminkan atau berasal dari keturunan.
Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus hafidzohulloh dari Darul Ifta’ juga secara tidak langsung menyinggung aspek yang menyangkut orang Indonesia yang tidak mempunyai nama keluarga dan yang lebih penting lagi bahwa di beberapa negara ini: penambahan nama si istri dengan nama keluarga si suami tidak berarti bahwa si istri adalah keturunan si suami atau dengan kata lain bahwa si istri keturunannya berasal dari si suam (bernasab) ke si suami atau mempunyai pertalian keluarga (bernisbat) dengan si suami , akan tetapi bahwa si istri semata-mata anggota dari keluarga si suami (hukum pernikahan di beberapa negara menjelaskan hal ini)
sehingga menurut penilaian , ini setara dengan mengatakan bahwa Fulanah istrinya si Fulan atau tanggungannya si Fulan, seperti yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Ali Farkus:“Maka tidak boleh dikatakan : Fulanah bintu Fulan sedangkan ia bukan anaknya, tetapi boleh dikatakan : Fulanah zaujatu Fulan (Fulanah istrinya si Fulan) atau tanggungannya si Fulan atau wakilnya Fulan. Dan jika tidak disebutkan idhofah-idhofah ini -dan hal ini sudah diketahui & biasa- maka sesungguhnya apa-apa yang berlaku dalam adat, itulah yang dipertimbangkan dalam syari’at”.
Konkritnya: Kalau tadinya Ibu Ani Pratiwi bernama Ani Pratiwi Kuswara atau binti Kuswara umpamanya, sesudah menikah bernama : Ani Pratiwi Yudhoyono,maka baik secara individu maupun pihak instansi di negara yang memberlakukan hal tersebut, tidak ada yang akan mengartikan bahwa Ibu Ani Pratiwi itu sekarang menjadi berketurunan (bernasab) Yudhoyono, akan tetapi bahwa Ibu Ani Pratiwi itu istrinya Tuan Yudhoyono (Mrs Ani Pratiwi Yudhoyono atau Frau Ani Pratiwi Yudhoyono atau disebutkan dan diartikan sebagai Nyonya atau Mrs atau Frau dari Tuan atau Mr atau Herr Yudhoyono).
Jadi bisa dinilai istilah atau hadist ayat ini menjelaskaan
Hadist Rasul mengacu pada ANAK ANGKAT, yang digantikan nama Belakangnya dengan AYAH ANGKAT, sehingga terjadi pelarangan.
Ayat Quran, Termasuk pada QS al-Ahzab: 5, juga menjelaskan tentang makna kata MEREKA sebagai anak-anak angkat itu.
Bukan menjelaskan tentang istri-istri mereka.
Dan penggunaan nama suami pada beberapa negara sesuai dengan undang undang yang berlaku di negara tersebut dijelaskan adalah untuk menunjukan ISTRI si A, seperti yang dijelaskan dalam setiap perundang undangan perkawinan atau kependudukan negara negara yang memberlakukan Nama Keluarga.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Ali Farkus hafidzohullah.
Semoga keterangan-keterangan yang disampaikan di sini membawa pemahaman untuk tidak menjugde atau mengambil kesimpulan atas penggunaan nama Suami pada negara negara yang memberlakukan hal tersebut.
Wabillahi attaufiqu walhidayah. Wallahu A’lam bishshowab.
Assalaamu’laykum…
izin share ya, um…
jazaakillaah khoir
NEGARA INDONESIA BKN NEGARA AGAMA..INI NEGARA REPUBLIK ( HUKUM ) .. SY SENDIRI MUSLIM,TP BIARLAH URUSAN DOSA ATAU PAHALA,ITU URUSAN SY DGN YG DIATAS..JD MALU NGAKU2 muslim,SKG BOM DIMANA2 mengatas namakan islam! APA ISLAM MENGAJARKAN SALING MENYAKITI? SALING MEMBUNUH, TLG DJWB!
Assalamu ‘alaikum umm,Astaghfirulloh umm,ana baca artikel ini nangis,detak jantung tdk b’aturan,badan lngsung panas karna ana bwt nama FB diblakangnya pk nama suami Saefullah,bhubung dah 3x ganti nama jd ana g bs lg ganti,ana benar2 takut krna kata “laknat” Astaghfirullah,syukron artikelnya umm
[…] Sumber: https://ummushofi.wordpress.com/2010/04/28/hukum-seorang-wanita-menambahkan-nama-suaminya-di-belakang… […]
numpang share ya..
Kalau saya lihat, fatwa Muhammad Ali Farkus berbeda dengan dua fatwa sebelumnya. Beliau tidak serta-merta mengharamkan menambahkan nama, namun mengingatkan haramnya nasab pada orang yg bukan ayah kandung.
Di bagian bawah, Muhammad Ali Farkus menambahkan: “Dan jika tidak disebutkan idhofah-idhofah ini -dan hal ini sudah diketahui & biasa- maka sesungguhnya apa-apa yang berlaku dalam adat, itulah yang dipertimbangkan dalam syari’at-.”
Saya pikir kalau kita mau berpikiran luas, yg dimaksud ‘adat’ adalah adat yg dianut oleh seseorang (di daerahnya), sehingga apabila seseorang tinggal di daerah di mana menambahkan nama tidak berarti nasab, maka saya pikir menambahkan nama adalah boleh2 saja.
yang dilarang kan bernasab ke suami.. dan stiap isteri yang mengganti nama belakang dgn nama suami dapat dipastikan niat nya bukan bernasab ke suami, semata-mata hanya ingin mempertegas status isterinya. inna a’malu binniat..
Kenapa muslim selalu bertengkar untuk masalah yang sepele??
Masih banyak hal yang perlu di dibahas dan dicarikan permasalahannnya.. kemiskinan muslim, kemunduran iptek kita, lemahnya posisi tawar kita dgn non muslim.. banyak hal-hal isu2 sosial yang perlu dicarikan solusi dan aksinya, kita tidak harus terjebak dalam perdebatan yang seperti ini.
Maksudnya fatwa ulama semacam ini seharusnya dibungkam gitu??
Bencana yg sebenarnya adalah ketika seorang muslim menyepelekan agamanya & lebih memikirkan kemiskinan harta dunia daripada kemiskinan agamanya & cenderung malas mempelajari syariat agamanya… itulah penyebab utama umat Islam menjadi lemah.
asslm…sykran ats ilmu2nya ukt…ana ikut share ilmu2nya kfb n lin2nya ya…mutasyaker awi wasahhalallah umuurak..
ijin share ya ummu…
ijin share ya um….syukron,jazakillahu khair..
bagus bngt penjelasan y,disini saya bisa tau bnyak..sdkit bercerita sy pnya tmn dia memakai nama suami y diblkang nama y..sy pernah menegur y..inti y haram bgi seorng istri memakai nm suami y,tp dy tdk percya pd pnjelasan sy.lalu sy blng kamu kan ikt pengajian coba kamu tnya pd guru dipengajian mu.dia pun bertnya,dan guru ngaji y pun blng kpd y tdk apa2 memakai nm suami kita tergantung kpd imam siapa kita memilih kt guru ngaji y tsb.yg mau sy tnyakan apa btl jwb dri guru tersbt?pd hal menurut sy sdh jls btl hadis diatas..
silakan anti pilih mana yang lebih dekat dengan dalil-dalilnya..wallohu a’lam
Assalaamu’alaykum. Ummu shofiyyah izin share buat sya dan teman2
syukron jazakumullah khair ukh
wa’alaikumussalam warohmatulloh, silahkan akh..
harus/wajibkah penggunaan kata “bin” atau “binti” dalam surat nikah ? bagaimana bila tidak tahu nama orangtua kandungnya ?
coba ditanyakan ke KUA.
assalamualaikum wr wb. anak perempuan yg dilahirkan diluar nikah, bolehkah saat menikah nanti cuma disebut namanya saja (tanpa binti…..) saat ijab qobul. yg saya baca di artikel.. anak tersebut cm bernasab pd ibunya. padahal kan dia benar-benar anak dari pria yg menjadi suami ibunya. dikhawatirkan kalau saat ijab qobul disebut namanya binti nama ibunya…. akan menyebabkan anak tersebut menjadi gunjingan. yg seharusnya tidak dia terima. karena kedua orangtuanya yg bersalah. mohon jawabannya. terimakasih.
mohon izin share fb ya mbk!!!
silahkan
barakallahufiikum
wa fiikum baarokalloh..^^
Bismillaah, alhamdulillaah wa syukurillaah, ana udah tau hal ini 2 thn lalu, cm berhubung akun fb ana udah lbh dr 5x ganti nama jadi di fb udah ga bisa ganti lg, jadi tetap saja Etty Saefullah, Allah Subhaanahu Wata’ala mngetahui niat ana ganti nama tp berkali2 gagal makanya skrg ana bwt akun baru hanya konfirm akhwat wa ummahat, kcuali saudara. جَزَاك اللهُ خَيْرًl اُم atas ilmu2nya, bisakah ana di krm lwt email atau ana share diblog ana ya اُم ,,,, السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
bismillah. assalamualaikum. afwan umm mau tanya, di aljazair mereka memakai laqob(nama keluarga) biasanya kalau perempuan sudah menikah mereka tidak memakai laqob orang tua nya lagi tapi memakai laqob suaminya. misalnya sebelum menikah dia dipanggil (zainab madjour) setelah menikah dia dipanggil (zainab ferdi) ini kebiasaan mereka dialjazair. kalau yang begini gimana ya um, mohon penjelasan nya. salam kenal dari ana di aljazair. allah yubaarikfiikum.
wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh..
coba baca lagi artikel diatas, fatwa yang ketiga dari Syaikh Muhammad Ali Farkus umm…beliau juga dari aljazair…
wallohu a’lam..
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Bagaimana jika dalam suatu lingkungan nama istri biasanya kurang dikenal sehingga agar lebih mudah orang mencarinya dengan nama bapaknya, misalkan bu Fulan dst.
Maaf masih ttp kurang faham.. misalhkan ibu ida menikah dg bpk amran lalu bolehkah memanggil dg sebutab bu amran… atau dg nama anak perempuanya misal ibu lintang. Sebagai ganti ummu mohon pnjlsanya trimakasih
Alhamdulillah, sangat informatif
Assalamu’alaimkum ummu, m’f saya mau tanya klo misalkan mnmbahkan nma psangan tp hanya iseng-iseng aja misalkan untuk nama email, facebook, tweeter, medsos yg lain itu gmna hkum nya dlm pndangan islam, terimakasih byak sblum nya.
Mantap Sangat bermanfaat